THM Black Sweet jadi simbol mandulnya penegakan Hukum di Siak diduga Tebar “Jatah Uang Diam” Kepada Oknum APH Tertentu, Pemerintah Daerah Siak diminta tutup permanen THM Black Sweet
Siak, Riau — asiadailytimes.com | Kembali beroperasinya Tempat Hiburan Malam (THM) Black Sweet alias Gedung Putih di Perawang, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak, menjadi tamparan keras bagi penegakan hukum dan memperlihatkan wajah buram lemahnya pengawasan pemerintah daerah serta aparat penegak hukum. Sabtu (27/12/2025)
THM Black Sweet yang sebelumnya telah disegel oleh Satpol PP Kabupaten Siak itu kini kembali beraktivitas secara terang-terangan, seolah kebal hukum dan tidak tersentuh aturan. Kondisi ini memantik kemarahan publik sekaligus kecurigaan luas akan adanya praktik kompromi di balik meja.
Penyegelan yang dilakukan sebelumnya kini dipandang publik tidak lebih dari sandiwara administratif. Sebab faktanya, Black Sweet kembali beroperasi tanpa penjelasan resmi, tanpa transparansi perizinan, dan tanpa dasar hukum yang jelas.
Hingga kini, tidak satu pun instansi terkait baik Satpol PP, pemerintah daerah, maupun aparat penegak hukum yang berani tampil ke ruang publik untuk menjelaskan atas dasar apa THM Black Sweet bisa kembali beroperasi.
Ketiadaan penjelasan inilah yang melahirkan kecurigaan serius masyarakat terhadap dugaan praktik “Jatah Uang Diam”, sebuah istilah yang muncul bukan tanpa sebab, melainkan sebagai kesimpulan logis atas rangkaian kejanggalan yang terus dibiarkan.
Keberadaan THM Black Sweet dinilai berpotensi menjadi sumber kerusakan sosial, khususnya bagi generasi muda. Tempat hiburan malam secara umum kerap dikaitkan dengan peredaran Minuman keras, Narkoba, serta praktik Prostitusi terselubung, aktivitas yang bertentangan dengan norma hukum, moral, dan nilai adat masyarakat Siak.
Hal ini dinilai semakin mencederai marwah Tanah Melayu, Kerajaan Siak, yang selama ini menjunjung tinggi adat istiadat, norma agama, serta kearifan lokal. Ketika praktik yang diduga melanggar hukum dibiarkan, maka yang dipertaruhkan bukan hanya ketertiban umum, tetapi juga identitas dan kehormatan daerah.
Wartawan Asia Daily Times mencatat, dugaan pelanggaran hukum oleh THM Black Sweet bukan peristiwa tunggal. Media ini telah berulang kali mengangkat dugaan pelanggaran, menyampaikan konfirmasi, serta memberikan ruang klarifikasi kepada aparat terkait. Namun hingga kini, tidak ada langkah hukum nyata yang dapat ditunjukkan kepada publik.
Tidak terlihat proses penindakan lanjutan. Tidak ada sanksi administratif tegas. Tidak ada pengawasan berkelanjutan. Hukum di Siak pun terkesan mandul, seolah hanya berani menekan yang lemah, namun lumpuh ketika berhadapan dengan kepentingan tertentu.
Secara hukum, jika sebuah usaha telah disegel karena pelanggaran, maka tidak boleh kembali beroperasi sebelum seluruh kewajiban hukum dan perizinan dipenuhi serta diawasi secara ketat.
Setiap pelanggaran berulang seharusnya berujung pada sanksi berat, bahkan penutupan permanen. Namun fakta di lapangan menunjukkan ironi besar, THM Black Sweet justru kembali beroperasi bebas.
Sikap diam aparat dan penegak Perda dalam menjelaskan kondisi ini justru memperkuat kecurigaan publik bahwa telah terjadi kompromi yang merusak sendi penegakan hukum.
Asia Daily Times tidak menyimpulkan adanya aliran uang tertentu, namun dengan tegas mendesak agar dugaan “Uang Diam” ini diusut secara terbuka, independen, dan transparan. Sebab pembiaran dan kebisuan aparat telah meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem penegakan Hukum dan Perda di Siak.
Kasus THM Black Sweet kini menjadi cermin integritas aparat di Kabupaten Siak. Jika pelanggaran hukum yang dilakukan secara terang-terangan dibiarkan begitu saja tanpa ada sanksi tegas, maka hukum sudah kehilangan wibawa.
Jika memang tidak ada praktik kotor, seharusnya aparat berani membuka dokumen perizinan THM Black Sweet ke publik, menjelaskan dasar hukum pembukaan kembali usaha tersebut. Atau menindak tegas setiap pelanggaran tanpa pandang bulu, namun hingga kini, yang tersaji hanyalah keheningan yang mencurigakan.
Masyarakat Kabupaten Siak kini mendesak dilakukannya audit menyeluruh terhadap proses penyegelan dan pembukaan kembali THM Black Sweet. Pemeriksaan internal terhadap oknum APH dan Penegak Perda yang terlibat serta penutupan permanen jika terbukti melanggar, bukan penindakan simbolik.
Kasus ini bukan hanya sekadar tentang satu tempat hiburan malam. Ini adalah soal apakah hukum di Kabupaten Siak masih memiliki harga diri, atau telah menjadi komoditas yang bisa dinegosiasikan.
Jika THM Black Sweet terus dibiarkan beroperasi secara ilegal, maka pesan yang diterima publik sangat jelas dan berbahaya, di Siak hukum bisa dibuat diam selama semua pihak yang seharusnya bertindak telah “diamankan.” (Jufriadi/Tim)



