Notification

×

Iklan

Iklan

Relokasi Warga TNTN Dinilai Tidak Adil, Pakar Hukum Soroti Dominasi Konsesi Perusahaan di Lanskap Tesso Nilo

Kamis, 25 Desember 2025 | 12:50 WIB Last Updated 2025-12-25T05:50:59Z

Riau - asiadailytimes.com | Kebijakan pemerintah merelokasi ratusan kepala keluarga (KK) dari kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) menuai kritik tajam. Direktur Pusat Hukum dan Resolusi Konflik (Puraka), Ahmad Zazali, SH, MH, menilai langkah tersebut tidak menyentuh akar persoalan utama kerusakan habitat gajah Sumatera di lanskap Tesso Nilo.


“Tesso Nilo merupakan habitat atau kantong gajah Sumatera yang sesungguhnya. TNTN hanyalah bagian kecil dari keseluruhan lanskap itu,” ujar Ahmad Zazali dalam wawancara bersama awak media, Selasa (23/12/2025).



Menurut Ahmad, lanskap Tesso Nilo memiliki luas sekitar 337 ribu hektare, namun yang ditetapkan sebagai TNTN hanya sekitar 81–83 ribu hektare. Sementara itu, sebagian besar kawasan justru dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar melalui izin Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit.


Ia menegaskan, jika tujuan relokasi penduduk adalah untuk pemulihan habitat gajah Sumatera, maka kebijakan tersebut menjadi tidak relevan ketika negara justru membiarkan konsesi perusahaan tetap utuh.


“Relokasi penduduk dari TNTN, namun pemerintah tidak berani mengevaluasi atau memangkas areal kerja perusahaan di lanskap Tesso Nilo. Ini kebijakan yang timpang dan berpotensi memicu pemiskinan puluhan ribu masyarakat serta konflik sosial berskala luas,” tegasnya.



Berdasarkan data yang dihimpun, sedikitnya 9 perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) menguasai 169.920 hektare lahan hutan di lanskap Tesso Nilo. Selain itu, kebun kelapa sawit di sekitar TNTN mencapai 122.521 hektare, termasuk 65.939 hektare yang berada di dalam kawasan TNTN.


Lebih memprihatinkan, dari total konsesi PBPH tersebut, sekitar 21.940 hektare diketahui telah ditanami kelapa sawit secara ilegal.


Adapun rincian perusahaan pemegang konsesi PBPH di lanskap Tesso Nilo antara lain:

  1. PT Nusa Prima Manunggal: 4.412 ha (196 ha sawit)

  2. PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Estate Ukui & Baserah: 45.628 ha (3.664 ha sawit)

  3. PT Nusantara Sentosa Raya (Siak Raya Timber): 23.030 ha (4.182 ha sawit)

  4. PT Arara Abadi (Distrik Nilo): 25.045 ha (569 ha sawit)

  5. PT Nusa Wana Raya: 26.880 ha (7.205 ha sawit)

  6. CV Putri Lindung Bulan: 2.500 ha

  7. PT Rimba Lazuardi: 23.340 ha (1.651 ha sawit)

  8. PT Wananugraha Bimalestari: 7.465 ha (313 ha sawit)

  9. PT Rimba Peranap Indah: 11.620 ha (4.157 ha sawit)


Selain itu, konsesi kelapa sawit milik PT Inti Indosawit Subur (Asian Agri) dan perusahaan lain juga berada di kawasan lanskap Tesso Nilo.


Ahmad Zazali menilai kebijakan relokasi ini bertentangan dengan semangat Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, khususnya prinsip keadilan sosial dan pengelolaan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.


“Roh Pasal 33 UUD 1945 seolah dihilangkan. Opsi pemangkasan areal kerja konsesi perusahaan di lanskap Tesso Nilo jauh lebih efektif dan berkeadilan dibanding memindahkan masyarakat,” ujarnya.


Ia juga mengingatkan bahwa sebagian masyarakat yang kini direlokasi telah lebih dahulu bercocok tanam dan menjadikan kawasan tersebut sebagai ruang hidup, jauh sebelum penetapan TNTN sebagai kawasan konservasi.


Pemulihan TNTN juga disinyalir memiliki motif lain, yakni dugaan keterkaitan dengan proyek karbon yang dibiayai melalui program FOLU Net Sink 2030.


Hal ini menambah sorotan publik terhadap kebijakan relokasi yang dilakukan dengan dalih reforestasi dan restorasi hutan konservasi.


“Pemulihan TNTN jangan dilakukan dengan opsi tunggal relokasi. Pemerintah harus transparan, komprehensif, objektif, dan berbasis hak asasi manusia,” tegas Ahmad.


Diketahui, pada Sabtu (20/12/2025) pemerintah telah memulai relokasi terhadap 228 KK warga Desa Limau Manis yang bermukim di kawasan TNTN. Ironisnya, warga justru dipindahkan ke lahan milik PT Peputra Supra Jaya (PSJ) yang juga masih berstatus kawasan hutan.


Sebagai informasi, di Provinsi Riau terdapat lima kantong gajah Sumatera, dan salah satu yang terbesar berada di lanskap Tesso Nilo. Namun hingga kini, perlindungan habitat gajah dinilai belum menyentuh penguasaan lahan skala besar oleh korporasi.


Pemerintah pun didesak untuk membuka alur kronologis penetapan kawasan TNTN, tidak semata-mata mempersoalkan keberadaan masyarakat, melainkan juga keberlanjutan izin dan pelanggaran yang dilakukan perusahaan di kawasan tersebut. (Panji)

×
Berita Terbaru Update