Notification

×

Iklan

Iklan

Hutan Sakral Sungai Bayang-Bayang 400 Hektare Dirambah, Raja Cindai dan Warga Dua Desa Murka Tempuh Jalur Hukum

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:11 WIB Last Updated 2025-12-25T06:12:06Z

Indragiri Hulu, Riau - asiadailytimes.com | Hutan Sakral Sungai Bayang-Bayang yang terletak di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, kini terancam rusak akibat ulah penggarap liar.


Padahal, hutan seluas kurang lebih 400 hektare tersebut selama puluhan tahun dijaga ketat oleh masyarakat adat karena nilai kearifan lokal, sejarah mitos, kesakralan, serta keberadaan satwa langka yang dilindungi di dalamnya.


Raja Cindai, tokoh adat setempat, menegaskan bahwa kawasan hutan itu memang berada di dalam wilayah Hak Guna Usaha (HGU). Namun, sejak dahulu hingga kini, tidak satu pun perusahaan pemegang HGU berani mengelola atau menyentuh kawasan tersebut.


“Ini sudah perusahaan ketiga yang memegang HGU. Dari dulu sampai sekarang, tidak ada yang berani mengganggu hutan ini karena sejarah, kesakralan, dan satwa langka di dalamnya,” tegas Raja Cindai kepada awak media.



Menurutnya, perusahaan bahkan secara tidak tertulis telah menyerahkan penjagaan kawasan itu kepada masyarakat adat untuk dikonservasi dan dilestarikan. Namun belakangan, muncul sekelompok penggarap liar yang mengklaim hutan tersebut masuk wilayah desa mereka.


Ironisnya, klaim sepihak itu hanya berlandaskan Google Maps, tanpa data hukum dan administrasi yang sah.


“Mereka mengaku berdasarkan Google Maps. Karena itu hutan dihantam dan dirambah. Wajar kami marah, karena kami yang menjaga hutan ini selama ini,” ujar Raja Cindai dengan nada geram.



Raja Cindai menyebut, berdasarkan data dan fakta resmi, klaim para penggarap tersebut terbukti keliru. Atas dasar itu, pihaknya bersama masyarakat telah melaporkan para pelaku yang mengatasnamakan diri sebagai AMUK (Aliansi Masyarakat Untuk Keadilan).


Sikap tegas juga datang dari masyarakat dua desa, yakni Desa Talang Gerinjing dan Desa Payarumbai. Warga secara terbuka mengecam keras tindakan perusakan dan penyerobotan hutan sakral tersebut.


Masyarakat mengecam keras dan menuntut pertanggungjawaban penuh dari pihak-pihak yang merusak serta mengambil lahan Hutan Sungai Bayang-Bayang.


Pemkab Inhu menanggapi konflik lahan ini, Sekretaris Daerah Kabupaten Inhu, Zulfahmi Andrian, menyatakan bahwa pemerintah daerah telah menerima hasil ekspose dari Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Riau terkait prosedur pengukuran dan inventarisasi lahan.


“Prosedur dan tata kerja pengukuran serta inventarisasi lahan di Inhu telah dilakukan sesuai ketentuan. Hasil ekspose ini akan kami tindak lanjuti langsung di lapangan,” ujar Zulfahmi saat diwawancarai.


Ia menegaskan, persoalan batas wilayah antar desa, kelurahan, dan kecamatan akan menjadi prioritas pemerintah ke depan, mengingat hingga saat ini baru sekitar lima desa di Inhu yang batas administrasinya telah ditetapkan secara resmi.


Sementara itu, Polda Riau menyatakan komitmen penuh untuk menindak tegas pelaku perusakan dan penyerobotan kawasan Hutan Sungai Bayang-Bayang.


“Kami berkomitmen menindak tegas pelaku perusakan dan pengambilan lahan hutan Sungai Bayang-Bayang. Kawasan ini harus kembali dilestarikan,” tegas pernyataan resmi Polda Riau.


Kasus ini menjadi alarm keras bagi pemerintah dan aparat penegak hukum bahwa lemahnya administrasi batas wilayah dapat berujung pada konflik, perusakan lingkungan, dan ancaman terhadap kawasan sakral yang selama ini dijaga oleh masyarakat adat. asiadailytimes.com akan terus mengawal perkembangan kasus ini hingga tuntas. (Panji)

×
Berita Terbaru Update